Kerlip Bintang Kutub Utara
Aku mengeluarkan rokok dan menyalakannya. Bukannya tanpa sebab, temanku yang satu ini adalah
penolong di saat dingin menyergap. Walau kerjanya memang kurang efektif
dibandingkan dengan penghangat ruangan, tapi hanya ia yang kumiliki. Lagipula
kerjanya cukup baik untuk menjadi alat penghitung waktuku untuk beristirahat. Beristirahat dan mengumpulkan 'diri untuk tidak
menyerah dalam perjalanan ini. ‘Perjalanan untuk menemukannya’,
batinku. Rintik hujan membiarkan petikor1 dan
asap rokok menyatu. Menyeruak bersama di udara.
“Bukankah ini tidak masuk akal?”
Aku tersentak. Kalimat tanya itu keluar dari mulut
perempuan yang tanpa kusadari berdiri bersandar ke kaca minimarket di sebelahku
seraya meminum sesuatu. Gaya pakaian hippie2 dan
kalung asabikeshiinh3 yang mencolok menyadarkanku
bahwa ia berbeda dari perempuan yang pernah kutemui. Perempuan yang cukup unik.
“Maksudku, siapa yang menyukai perjalanan yang sudah
tidak masuk akal ini ditambah dengan hujan lebat?” lanjut perempuan itu
mendekati tempatku bersandar. Aku terdiam.
“Kau benar-benar irit bicara. Kalau begitu, aku pergi
dulu. Temanku sudah tidak sabar menyentuh tanah Alaska.” ucap Stella berjalan
menuju mobil van putih bertuliskan secara asal ‘Aku Akan Mengelilingi Dunia’
dengan warna merah yang mencolok di antara warna putih vannya. Ditambah dengan tulisan
‘Boleh menumpang jika kau berhasil bicara denganku!’. Aku mengambil
keputusan dengan cepat.
“Bolehkah aku menumpang? Maksudku, hanya sampai
Alaska.” tanyaku gugup.
Stella
mengeluarkan kepalanya dari jendela mobil. Senyuman terpahat. “Masuklah!”
teriaknya. Aku membuang rokok yang habis itu dan membawa tas punggungku masuk
ke dalam van. Tempat duduk kosong berada di samping kemudi. Ia bernyanyi
sepanjang perjalanan sementara menerobos kabut dan hujan menuju bentala4 Alaska.
✵
"Sirius, apa yang ingin
kau lakukan saat kau dewasa nanti?”
Tanya seorang perempuan yang
melihatku dengan sungguh-sungguh dibalik tempat tidurnya. Waktu berubah dan
berdetak dengan keras. Jantungku berdegup dengan cepat. Sesak menjemput seolah
inilah waktu penjemputan ajalku. Aku berusaha menggapainya, namun ia semakin
jauh ditelan oleh ruang dan waktu. Bagai petir menghampiri diriku, mataku
terbuka dengan rasa terkejut menguasai diriku.
“Kau tertidur tidak lama setelah kita memulai
perjalanan. Kau pasti sangat kelelahan. Apa kau baik-baik saja?” tanyanya sedikit
khawatir melihatku yang berusaha mengatur napas,
“Tidak apa-apa.” jawabku lagi-lagi singkat. Perlahan
kesadaranku mulai kembali. Stella melanjutkan kegiatannya, menyetir dengan
nyanyian yang lantang dan sedikit memekik. Sesekali ia membuka jendela menyapa
pejalan dan membagikan senyumannya. Aku baru menyadari bahwa ternyata
berkendara dengan dirinya tidak seburuk perkiraanku. Terlepas dengan mobil van
yang ia tata sedemikian rupa penuh dengan beberapa barang yang tidak biasa;
kain mandala5, berbagai bentuk lilin, dan botol-botol
kaca kecil berisi tanah yang diberi nama. Ia adalah teman yang cukup
menyenangkan. Aku memandang isi mobilnya dengan tidak habis pikir.
“Ah, botol-botol itu berisi tanah dari negara-negara
yang kukunjungi. Mimpiku adalah mengelilingi dunia mencari kebebasan dan
kekuasaan. Kebebasan untuk hidup sesuai dengan keinginanku dan kekuasaan atas
seluruh tanah di dunia ini.” jelas Stella melihat botol kacanya.
Aku berusaha mencari kata yang tepat untuk
menjelaskannya. Bukan perkara yang mudah untuk menjawab pertanyaan yang aku
sendiri tidak mengetahui jawabannya. Kami melewati papan perbatasan Hyder-Stewart6 menjadi
penyambut kami di atas Alaska. Aku memutuskan untuk diam sementara Stella
memberhentikan van dan beranjak keluar. Setelah mengambil beberapa foto, Stella
kembali masuk ke dalam mobil.
“Entahlah, aku⎯” ucapku ragu.
“Apapun itu, pastikan kau hidup dengan penuh dan
menikmatinya.” Potongnya menanggapiku dengan tidak acuh.
Ucapannya membuatku bertanya-tanya. Apa aku
menikmati hidupku yang sekarang? Kehidupan yang tak tentu arah dan hanya
dipenuhi oleh bayangan kabur yang berusaha aku gapai. Untuk berapa lama,
kami terdiam. Aku mulai membuka obrolan.
“Karena kau terlihat menyedihkan-dalam-artian-baik.
Lagipula, tidak ada perjalanan yang menyenangkan jika dilakukan sendirian.”
jawabnya menatapku dengan sungguh-sungguh.
Stella
memasukkan kaset yang bertuliskan Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band7 ke
dalam mulut radio dan menekan tombol mulai. Lagu Strawberry Fields
Forever karya band The Beatles mulai mengalun. Tak
disangka, perbincangan mulai mengalir tanpa ada dinding penghalang. Kami
singgah ke beberapa titik, membeli beberapa makanan tambahan dan akhirnya
sampai pada destinasi kami, kota Fairbanks. Kami juga bercengkerama dengan penduduk lokal dan
mengunjungi rumah mereka.
Malam tentu datang tanpa peringatan. Alaska kembali ke
pangkuan sunyi alamnya. Kesunyian itu mempersilahkan diriku untuk menyadari
keindahannya dan menikmatinya. Aku duduk sendirian di dekat mobil van. Memandangi bintang-bintang di langit dengan buku
yang kupegang erat. Bintang Polaris menjadi titik bidik mataku.
Cahaya yang terang sama seperti bintang lainnya tidak
membuatku lengah untuk menemukannya. Perbedaannya adalah, letak Polaris akan
selalu sama. Terus menerangi bumi tanpa pernah meninggalkan posisinya. ‘Polaris
tidak pernah meninggalkan Alaska.’ adalah salah satu tulisan dari buku yang
kugenggam. Ingatanku membawaku kembali, membelah waktu, menuju detik-detik aku
melepaskan sosok dibalik kalimat itu.
✵
“Sirius,
apa yang ingin kau lakukan saat kau dewasa nanti?”
Alaska
bertanya kepadaku dengan mata penuh pengharapan bahwa aku mengetahui jawaban
dari ucapannya. Aku mengangkat bahu dan mulai melakukan pekerjaanku; mencoba menyuapinya
satu sendok makanan dari samping ranjang rumah sakit ini.
“Aku baru mau makan setelah kau menjawabnya.” ucapnya dengan cemberut. Upaya terakhir telah ia gunakan. Sekarang tidak ada pilihan lain bagiku selain menjawab pertanyaannya.
“Menjadi pekerja kantoran atau perusahaan? Penjaga perpustakaan? Entahlah.” jawabku tidak yakin.
“Sirius, semua itu membosankan! Kecuali satu hal.
Bagian menjadi penjaga perpustakaan.” Ia tertawa dengan lepas lalu mengambil buku favoritnya yang berjudul 1001 Langkah Menuju Alaska. “Keinginanku
hanya satu. Aku akan menemukan bintang Polaris!” sambil menunjukkan
ilustrasi mimpinya dari buku itu.
“Hanya itu? Bukannya itu lebih membosankan dari apa
yang akan kulakukan nanti?” jawabku tersenyum mengejek.
“Baiklah,
bagaimana kalau kita buktikan bersama-sama? Kita akan pergi bersama dan
membandingkannya. Jika salah satu dari kita menang, maka kita harus menuruti
keinginan orang tersebut. Janji?” tanyanya dengan jari kelingking
mengudara.
“Janji.”
Seperti daun yang jatuh dan tidak membenci angin yang menjatuhkannya.
Seperti akhir cerita yang kita ketahui betul jalan ceritanya. Selang beberapa
minggu kemudian, jari kecilnya yang pernah bertaut sumpah dengan jariku itu
menjuntai kaku disamping kasur yang telah ia tiduri di rumah sakit
berbulan-bulan lamanya. Alaska meninggalkan diriku, buku favoritnya dan janji
kami yang kekal abadi dalam kehidupan, pun kematian.
✵
Realita kembali hadir dalam desiran salju yang
berjatuhan tidak begitu banyak dan turun perlahan. Sehingga tidak menghalangi
sasaran penglihatanku. Bintang Polaris. Tulisan “Polaris tidak pernah
meninggalkan Alaska” tercatat dalam buku favorit milik Alaska terbuka dalam
genggamanku. 'Kau menang, Alaska.' batinku.
Janji itu masih tercatat jelas dalam prasasti
kehidupanku, sekalipun tanpa dirinya. Entah apa yang ada dalam pikiranku, aku
meninggalkan rumah dan menuju Alaska untuk membantunya menemukan bintang
Polaris. Sekarang aku berhasil menuntaskan apa yang harus kulakukan. Namun ada
satu hal yang mengganggu diriku. Ada bagian yang hilang dari perjalanan ini.
Dari janji kami. Dari hidup ini. Aku menutup buku dengan judul 1001
Langkah Menuju Alaska itu. Secarik kertas melayang dari buku dan
menyentuh sepatuku.
Tanganku meraih kertas itu dan membaca tulisan di dalamnya
lekat-lekat. Air mata jatuh
beriringan dengan salju yang menempel di secarik kertas itu. Aku segera
memandang Polaris dengan mata tidak percaya. Sepotong kertas ini akhirnya
melengkapi bagian yang hilang dari perjalanan, janji dan hidup ini. “Perlu
sejauh inikah untuk menemukan semua ini?” tanyaku sendiri. Senyum
tidak kuasa tergurat dari dalam diriku. Aku kembali menuju rumah penduduk.
“Aku
menemukannya. Mimpiku.” kepada Stella yang sibuk
memasak bersama.
“Apa mimpimu itu?” tanyanya dengan penasaran. Aku memandang
pantulan cahaya Aurora Borealis yang bersinar di atas kopi hitam
milikku. Titik-titik berkerlip di antaranya. Kerlip yang kutemukan
membawaku kepada perjalanan yang baru. Stella yang menunggu jawabanku.
Ingatanku kembali mengulang isi dari sepotong kertas kecil itu. Aku
membuka suara.
“Apa mimpimu itu?” tanyanya dengan rasa penasaran.
Aku memandang pantulan cahaya Aurora Borealis yang bersinar
di atas kopi hitam milikku. Titik-titik berkerlip di antaranya. Kerlip
yang kutemukan membawaku kepada perjalanan yang baru. Stella yang menunggu
jawabanku. Ingatanku kembali mengulang isi dari sepotong kertas kecil
itu. Aku membuka suara.
“Aku akan terus mencarinya. Perjalanan ini belum selesai karena
perjalanan ini baru saja dimulai." jawabku.
Hatiku bergumam, menguatkan diri. 'Keberanian. Keberanian
untuk bermimpi besar di antara milyaran mimpi di dunia ini dan mendedikasikan hidupku dalam perjalanan meraihnya.' Sekarang
aku mengerti Alaska. Kemenanganmu akan kubuktikan keberhasilannya.
✵
Untuk Sirius,
Beranilah untuk bermimpi! Aku menunggumu di antara
Polaris dan milyaran cahaya Kerlip Bintang Kutub Utara!
Yang terbaik
dan yang paling membosankan, Alaska.
GLOSARIUM
1 Aroma bau hujan
menyentuh tanah.
2 Gaya pakaian
dengan khas bohemian dan bebas yang popular di tahun 1960-an.
3 Kalung
berbentuk jaring laba-laba dan bulu untuk menghalau roh jahat dan mimpi buruk.
4 Bumi, tanah.
5 Kain dengan
corak lingkaran dengan berbagai macam warna.
6 Perbatasan
Kanada dengan Alaska, Amerika Serikat.
7 Album musik band The Beatles yang dirilis
tahun 1967.
Tema : Impian
Karya : Sabrina
Reihanah
Publikasi :
Telah dilombakan
Peringkat 250 Besar Tingkat Nasional (116) Lomba Menulis Cerpen Impian Event Inspirasi Pena Tahun 2021.
Dawai Pilihan :
https://open.spotify.com/playlist/5Qa6RY0oitWQuWzhhTY8zK?si=Jd2COkwTSpqrXXoU31twbQ
Komentar
Posting Komentar